Rabu, 31 Oktober 2012

Fiqih Pacaran

Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah) sungguh menakjubkan. Inilah yang kami rasakan ketika membaca buku terjemahan kitab beliau, Raudhatul Muhibbiin, yang berjudul Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006).
Bagaimana tidak menakjubkan? Di buku setebal 930 halaman tersebut, orang yang jatuh cinta ditawari “rahmat dan syafaat” (hlm. 715 dst.). Selain itu, beliau mengarahkan pembaca untuk “menyeimbangkan dorongan hawa nafsu dan potensi akal” (hlm. 29 dst.). Hal-hal semacam ini jarang kami temui di buku-buku percintaan yang pernah kami baca.
Memang, sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, beliau pun menekankan “cinta kepada Allah” dan “cinta karena Allah” (hlm. 550). Namun, beliau ternyata juga membicarakan fenomena “pacaran islami”, suatu topik sensitif yang sering dihindari banyak ulama. Beliau mengungkapkannya (bersama-sama dengan persoalan lain yang relevan) di sub-bab “Berbagai hadits, atsar, dan riwayat yang menceritakan keutamaan memelihara kesucian diri” dan “Cinta yang suci tetap menjadi kebanggaan” (hlm. 607-665).

Di situ, kami jumpai istilah “pacaran” muncul tujuh kali, yaitu di halaman 617, 621 (lima kali), dan 658. Adapun istilah-istilah lain yang menunjukkan keberadaan aktivitas tersebut adalah “bercinta” (hlm. 650), “gayung bersambut” (hlm. 613), “saling mengutarakan rasa cinta” (hlm. 620-621), “mengapeli” (hlm. 642-643), “berdekatan” (hlm. 617), dan sebagainya.
Sekurang-kurangnya, kami jumpai ada sembilan contoh praktek pacaran islami yang diceritakan oleh Ibnu Qayyim di situ. Dari contoh-contoh itu, dan dari keterangan beliau di buku tersebut, kami berusaha mengenali ciri khas “pacaran islami” ala Raudhatul Muhibbiin. Ini dia tujuh diantaranya:

    mengutamakan akhirat
    mencintai karena Allah
    membutuhkan pengawasan Allah dan orang lain
    menyimak kata-kata yang makruf
    tidak menyentuh sang pacar
    menjaga pandangan
    seperti berpuasa

1) MENGUTAMAKAN AKHIRAT
Pada dua contoh, pelaku “pacaran islami” ditawari kenikmatan duniawi (zina), tetapi menolaknya dengan alasan ayat QS Az-Zukhruf [43]: 67, “Teman-teman akrab pada hari [kiamat] itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (hlm. 616 dan 655) Maksudnya, mereka yang islam itu lebih memilih kenikmatan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi (ketika dua macam kenikmatan ini bertentangan).
Adapun pada bab terakhir, Ibnu Qayyim (dengan berlandaskan QS Al-Insaan [76]: 12) menyatakan, “Barang siapa yang mempersempit dirinya [di dunia] dengan menentang kemauan hawa nafsu, niscaya Allah akan meluaskan kuburnya dan memberinya keleluasaan di hari kemudian.” (hlm. 918)

2) MENCINTAI KARENA ALLAH
Pada suatu contoh, diungkapkan syair: “Sesunggguhnya aku merasa malu kepada kekasihku bila melakukan hal yang mencurigakan; dan jika diajak untuk hal yang baik, aku pun berbuat yang baik.” (hlm. 656)
Syair tersebut menggambarkan bahwa percintaannya “menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya” (hlm. 550). Menghindari hal yang mencurigakan dan menerima ajakan berbuat baik itu diridhai Dia, bukan?
Lantas, apa hubungannya dengan “cinta karena Allah”? Perhatikan:

    Yang dimaksud dengan cinta karena Allah ialah hal-hal yang termasuk ke dalam pengertian kesempurnaan cinta kepada-Nya dan berbagai tuntutannya, bukan keharusannya. Karena sesungguhnya cinta kepada Sang Kekasih menuntut yang bersangkutan untuk mencintai pula apa yang disukai oleh Kekasihnya dan juga mencintai segala sesuatu yang dapat membantunya untuk dapat mencintai-Nya serta menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya dan berdekatan dengan-Nya. (hlm. 550)

3) MEMBUTUHKAN PENGAWASAN ALLAH DAN ORANG LAIN
Pada suatu contoh, pelaku “pacaran islami” bersyair: “Aku punya Pengawas yang tidak boleh kukhianati; dan engkau pun punya Pengawas pula” (hlm. 628).
Pada satu contoh lainnya, Muhammad bin Sirin mengabarkan bahwa “dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Seorang lelaki yang mencintai wanita suatu kaum, datang dengan terus-terang kepada mereka dan hanya berbicara dengan mereka tanpa ada suatu kemungkaran pun yang dilakukannya di kalangan mereka” (hlm. 621).

4) MENYIMAK KATA-KATA YANG MAKRUF
Pada suatu contoh, ‘Utsman Al-Hizami mengabarkan, “Keduanya saling bertanya dan wanita itu meminta kepada Nushaib untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk bait-bait syair, maka Nushaib mengabulkan permintaannya, lalu mendendangkan bait-bait syair untuknya.” (hlm. 620)
Pada enam contoh, para pelaku pacaran islami “saling mengutarakan rasa cintanya masing-masing melalui bait-bait syair yang indah dan menarik” (hlm. 620-621).
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami mengabarkan, “Demi Tuhan yang telah mencabut nyawanya, dia sama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata yang mesum hingga kematian memisahkan antara aku dan dia.” (hlm. 628)

5) TIDAK MENYENTUH SANG PACAR
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami menganggap jabat tangan “sebagai perbuatan yang tabu” (hlm. 628).
Pada dua contoh, pelaku pacaran islami tidak pernah menyentuhkan tangannya ke tubuh pacarnya. (hlm. 634)
Pada satu contoh lainnya, pelaku pacaran islami “berdekatan tetapi tanpa bersentuhan” (hlm. 621).
Sementara itu, Ibnu Qayyim mengecam gaya pacaran jahili di zaman beliau. Mengutip kata-kata Hisyam bin Hassan, “yang terjadi pada masa sekarang, mereka masih belum puas dalam berpacaran, kecuali dengan melakukan hubungan sebadan alias bersetubuh” (hlm. 621).

6) MENJAGA PANDANGAN
Di antara contoh-contoh itu, terdapat satu kasus (hlm. 617) yang menunjukkan bahwa si pelaku pacaran islami “dapat melihat” kekasihnya. Akan tetapi, Ibnu Qayyim telah mengatakan “bahwa pandangan yang dianjurkan oleh Allah SWT sebagai pandangan yang diberi pahala kepada pelakunya adalah pandangan yang sesuai dengan perintah-Nya, yaitu pandangan yang bertujuan untuk mengenal Tuhannya dan mencintai-Nya, bukan pandangan ala setan” (hlm. 241).

7) SEPERTI BERPUASA
Ibnu Qayyim menyimpulkan:
    Demikianlah kisah-kisah yang menggambarkan kesucian mereka dalam bercinta. Motivasi yang mendorong mereka untuk memelihara kesuciannya paling utama ialah mengagungkan Yang Mahaperkasa, kemudian berhasrat untuk dapat menikahi bidadari nan cantik di negeri yang kekal (surga). Karena sesungguhnya barang siapa yang melampiaskan kesenangannya di negeri ini untuk hal-hal yang diharamkan, maka Allah tidak akan memberinya kenikmatan bidadari nan cantik di negeri sana…. (hlm. 650)
    Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba bersikap waspada dalam memilih salah satu di antara dua kenikmatan [seksual] itu bagi dirinya dan tiada jalan lain baginya kecuali harus merasa puas dengan salah satunya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan bagi orang yang menghabiskan semua kesenangan dan kenikmatan dirinya dalam kehidupan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini manakala dia bersua dengan Allah SWT. (hlm. 650-651)

Sumber
»»  Readmore...

Teman Tapi Mesra

Islam sangat menginginkan maslahat bagi umatnya. Sehingga segala jalan yang mengantar pada yang haram ingin ditutup. Artinya, jalan tersebut pun terlarang dilalui. Hal ini berlaku dalam masalah zina. Segala jalan menuju perbuatan zina pun terlarang. Karena kenyataan yang terjadi, zina berawal dari perbuatan-perbuatan kecil yang mengantar pada zina.

Hubungan yang satu ini pun perlu diwaspadai. Berawal dari menanyakan nomor HP. Kemudian melangkah pada sms-an setiap waktu. Sehingga pingin lagi lebih dekat. Kemudian menjadi teman tetapi selalu mesra. Sebagian pasangan tersebut boleh jadi tidak pernah ketemu. Dan beritikad kuat tidak mau berpacaran seperti yang lainnya, yang mesti jalan berdua dan kencan. Tetapi yang namanya teman tapi mesra seperti ini pun tetap bermasalah walau hanya lewat handphone.

Sekali-kali Islam telah mewanti-wanti hal ini karena khawatir akan terjerumus dalam perkara haram yang lebih besar. Dalam ayat Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32). Imam Al Qurthubi berkata, "Para ulama mengatakan mengenai firman Allah (yang artinya) 'janganlah mendekati zina' bahwa larangan dalam ayat ini lebih dari perkataan 'janganlah melakukan zina'. Makna ayat tersebut adalah 'jangan mendekati zina'.

Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”

Maksudnya sekali lagi, mendekati zina saja tidak boleh apalagi sampai melakukannya. Mendekati di sini adalah tidak melakukan berbagai hal yang dapat menjerumuskan dalam zina. Zina tentu saja ada muqoddimah, ada perantara menuju perbuatan tersebut. Pertemanan tetapi mesra terus, ini salah satunya. Sehingga jelas pertemanan seperti ini perlu dibatasi.

Jadinya, untuk pemuda-pemudi, bergaullah dengan memperhatikan aturan Islam. Karena aturan dalam agama kita ini selalu mendatangkan maslahat dan mencegah mudhorot. Puteri bergaullah dengan sesama jenisnya, demikian dengan putera. Jika demikian maka akan terjaga diri dan kehormatan.

Hanya Allah yang memberi petunjuk dan hidayah.

»»  Readmore...

Syarat Taubat dari Pacaran

Tidak diragukan lagi bahwa taubat sesuatu yang harus bagi pelaku dosa, apalagi dosa tersebut adalah dosa besar. Di antara hal yang membuat dosa bisa menjadi besar adalah jika maksiat di lakukan terus menerus. Contoh di antaranya yang menyebar di kaula muda adalah pacaran. Berpacaran sudah jelas terlarang karena merupakan jalan menuju zina. Karena tidak ada pacaran yang bisa lepas dari jalan  yang haram.

Berbagai Sisi Pacaran itu Terlarang

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).

Ibnu Katsir berkata mengenai ayat di atas, “Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya dari zina dan dari hal-hal yang mendekati zina, yaitu segala hal yang menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada zina.”

Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan menuju zina. Karena hati bisa tegoda dengan kata-kata cinta. Tangan bisa berbuat nakal dengan menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal. Pandangan pun tidak bisa ditundukkan. Dan tidak sedikit yang menempuh jalan pacaran yang terjerumus dalam zina. Makanya dapat kita katakan, pacaran itu terlarang karena alasan-alasan ini yang tidak bisa terbantahkan.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Dosa Mengharuskan Taubat

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang.”

Jika taubat harus memenuhi tiga syarat tersebut, maka tiga syarat orang yang taubat dari pacaran adalah:

1. Menyesal dan sedih telah berpacaran

2. Putuskan pacar sekarang juga

3. Bertekad tidak mau pacaran lagi dan menempuh jalan yang halal dengan nikah

Ujung Zina adalah Penyesalan

Luqman pernah berkata kepada anaknya,

يا بني، إياك والزنى، فإن أوله مخافة، وآخره ندامة

“Wahai anakku. Hati-hatilah dengan zina. Di awal zina, selalu penuh rasa khawatir. Ujung-ujungnya akan penuh penyesalan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 326)

Memang betul apa yang diutarakan oleh Luqman, seorang yang sholeh. Dan itu sesuai realita. Awal zina dipenuhi rasa khawatir. Coba lihat saja apa yang dilakukan oleh orang yang hendak berzina. Awalnya mereka berusaha tidak terlihat orang lain. Khawatir ada yang melihat perbuatan dosa mereka. Ujung-ujungnya dipenuhi rasa penyesalan. Karena bisa jadi si wanita hamil. Si laki dituntut tanggung jawab. Akhirnya pusing kepayang karena perut si wanita yang makin besar dan sulit ditutupi. Akhirnya yang ada adalah rasa malu. Naik ke pelaminan pun sudah dicap “jelek” karena terpaksa “Married because an accident”.

Semoga Allah mudahkan kita untuk senantiasa berada dalam kebaikan dan menjauhkan kita dari berbagai maksiat.

Sumber
»»  Readmore...

Status Kawin Lari

Kawin lari yang dimaksud di sini bisa jadi berbagai macam pengertian. Bisa jadi, tanpa wali nikah, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada izin dari wali sebenarnya. Ada juga kawin lari dengan kumpul kebo, tinggal satu atap tanpa status nikah. Boleh jadi ketika hamil mereka menjalin hubungan RT secara resmi. Yang kami bahas di sini adalah kawin lari, lalu menikah dengan wali yang tidak jelas (asal copot), jadi sama saja tidak memakai wali. Dan yang wajib ada wali adalah si wanita, bukan laki-laki.

Padahal wali memiliki urutan yang ditetapkan oleh para ulama. Seperti ulama Syafi’iyah membuat urutan:

    Ayah
    Kakek
    Saudara laki-laki
    Anak saudara laki-laki (keponakan)
    Paman
    Anak saudara paman (sepupu)

Dan pengertian wali wanita adalah kerabat laki-laki si wanita dari jalur ayahnya, bukan ibunya. Jika masih ada kerabat yang lebih dekat seperti ayahnya, maka tidak boleh kerabat yang jauh seperti paman menikahkan si wanita. Boleh saja jika si wali mewakilkan kepada orang lain (seperti si ayah kepada paman) sebagai wali si wanita. Dan ketika itu si wakil mendapat hak sebagaimana wali. Dan ingat, syarat wali adalah: (1) Islam, (2) laki-laki, (3) berakal, (4) baligh dan (5) merdeka (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 142-145).

Dalil-dalil yang mendukung mesti adanya wali wanita dalam nikah.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ

Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)

Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah mereka mengamalkan kandungan hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. Hal ini merupakan pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri, Syuraih, Ibrahim An Nakha’I, Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini pula pendapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Abdullah bin Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (Syarh Sunnah, 9: 40-41).

Demikianlah sebagian pemuda, demi cinta sampai ingin mendapat murka Allah. Kawin lari sama saja dengan zina karena status nikahnya tidak sah.

Wallahu waliyyut taufiq.

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 13 Shafar 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
»»  Readmore...

Cenderung Cinta Padanya

Untuk membuat seseorang akan tertarik pada kita, caranya adalah dengan mencari perhatiannya. Berbuatlah baik padanya, maka ia pun akan merasa diberi hati. Sehingga ia akan semakin lekat dan semakin menempel. Namun maksud tulisan ini bukanlah sebagai tips untuk muda-mudi yang hatinya sedang berbunga-bunga dengan kekasihnya. Tidak sama sekali, karena pacaran adalah jalan menuju zina dan jelas haramnya. Yang kami jelaskan di sini adalah tabiat hati yang cenderung akan menyukai orang yang berbuat baik padanya. Dan yang lebih terpenting adalah jika kecintaan tersebut dilandaskan cinta karena Allah.

Cenderung Cinta Padanya

Dalam sebuah atsar disebutkan,

جبلت القلوب على حب من أحسن إليها وبغض من أساء إليها

“Tabiat hati adalah cenderung mencintai orang yang berbuat baik padanya dan membenci orang yang berbuat jelek padanya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6: 2985, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 4: 131, Al Jami’ Ash Shogir 3580. As Suyuthi mengatakan hadits ini dho’if). Walaupun hadits ini dho’if, namun maknanya tepat dan benar.

Cintailah Karena Allah

Kecintaan seseorang pada orang yang suka berbuat baik padanya, itu memang boleh. Namun hendaklah kecintaan tersebut dibangun di atas kecintaan karena Allah. Artinya, standar kecintaan pada saudaranya seimbang dengan ketaatan saudaranya pada Allah. Jika saudaranya termasuk kalangan orang sholeh dan bertakwa, ia akan semakin cinta. Sebaliknya, cintanya akan semakin berkurang pada yang suka berbuat maksiat dan durhaka. Inilah maksud kecintaan karena Allah. Berarti kecintaan seseorang yang mencintai karena Allah akan berbeda pada pecandu rokok dan pada pemuda yang lisannya tidak pernah lepas dari dzikir. Kecintaan karena Allah itulah yang menuai kelezatan dan manisnya iman.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

“Tiga perkara yang seseorang akan merasakan manisnya iman : [1] ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya, [2] ia mencintai seseorang hanya karena Allah, [3] ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci bila dilemparkan dalam neraka.”  (HR. Bukhari no. 6941 dan Muslim no. 43)

Begitu juga dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan mengenai tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain dari-Nya. Di antara golongan tersebut adalah,

وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ

“Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” (HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)

Begitu pula dalam hadits Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الْحُبُّ فِى اللَّهِ وَالْبُغْضُ فِى اللَّهِ

“Sesungguhnya amalan yang lebih dicintai Allah ‘azza wa jalla adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ahmad 5: 146 dan Abu Daud no. 4599. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirih, dilihat dari jalur lain)

Akan Dikumpulkan Bersama Orang yang Dicintai

Inilah di antara faedah besar seseorang mencintai saudaranya karena Allah atau termasuk dalam hal ini adalah mencintai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639)

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari no. 3688)

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ وَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR. Tirmidzi no. 2385. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Hajar berkata, “Maksud ‘sesungguhnya engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai’ adalah engkau akan didekatkan dengan mereka, begitu pula hal ini termasuk dalam golongan yang ia cintai. Bagaimana jika kedudukan di surga di antara mereka bertingkat-tingkat derajat? Apakah masih tetap dikatakan bersama? Jawabnya, tetap masih disebut bersama. Selama masih ada kesamaan, seperti sama-sama masuk surga, maka itu pun disebut bersama. Jadi tidak mesti bersama dalam segala sisi. Jika semuanya tadi masuk surga, itu sudah disebut bersama walau berbeda-beda derajat.” (Fathul Bari, 10: 555)

Kecintaan yang Mubah

Kecintaan biasa yang sifatnya mubah (baca: boleh-boleh saja) tidak menyebabkan kecintaan tersebut terbawa sampai akhirat. Derajat mereka akan tergantung pada amalnya dan sesuai karunia Allah Ta’ala. Patut direnungkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخَافُ ظُلْمًا وَلَا هَضْمًا

“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thoha: 112)

Intinya kecintaan yang bermanfaat adalah kecintaan karena Allah sebagaimana firman Allah Ta’ala,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf: 67)[1]

Ya Allah, tumbuhkanlah rasa cinta kami terhadap sesama yang dilandasi kecintaan karena-Mu. Aamiin Ya Mujibbas Saa-ilin.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 13 Muharram 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
»»  Readmore...

Memahami Arti Jihad

Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih [1],

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)

Ibnu Taimiyah menyatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa jihad melawan orang yang menyelisihi para rasul  dan mengarahkan pedang syariat kepada mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban disebabkan pernyataan mereka untuk menolong para nabi dan rasul, dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang mengambilnya sehingga dengan demikian orang-orang yang menyimpang menjadi kapok, termasuk amalan yang paling utama yang Allah perintahkan kepada kita untuk menjadikannya ibadah mendekatkan diri kepadaNya” [2].

Namun amal kebaikan ini harus memenuhi syarat ikhlas dan sesuai dengan syariat islam karena kedua hal ini adalah syarat diterima satu amalan. Di samping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan memiliki hubungan dengan pertumpahan darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

“Sesungguhnya darah, kehormatan dan harta kalian diharamkan atas kalian (saling menzholiminya) seperti kesucian hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb kalian. Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka beliau pun bersabda, “Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi) [3]

Demikian agungnya perkara jihad ini menuntut setiap muslim melakukannya untuk menggapai cinta dan keridhoan Allah. Tentu saja hal ini menuntut pelakunya untuk komitmen terhadap ketentuan dan batasan syari’at, komitmen terhadap batasan dan hukum Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, merealisasikan target dan tujuan syari’at tanpa meninggalkan satu ketentuan dan batasannya, agar selamat dari sikap ekstrim dan berlebihan sehingga jihadnya menjadi jihad syar’i di atas jalan yang lurus dan dia mendapatkan akibat dan pahala yang besar diakhirat nanti. Hal itu karena ia berjalan di atas cahaya ilahi, petunjuk dan ilmu dari Al Qur’an dan sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. [4]

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk belajar mengenai konsep islam tentang jihad secara benar dan bertanya kepada para ulama pewaris nabi tentang hal-hal yang belum ia ketahui. Apalagi dalam permasalahan yang sangat penting dan berbahaya ini, lagi-lagi di masa kaum muslimin tidak mengenal syari’atnya dengan benar. Sebab bisa jadi yang dianggap jihad syar’i sebenarnya adalah jihad bid’ah.

Pengertian Jihad dalam Pandangan Islam

Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (ُالجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan karena Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. Di balik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar. [5]

Sedangkan Ibnu Rusyd (wafat tahun 595 H) menyatakan, “Jihad dengan pedang adalah memerangi kaum musyrikin atas agama, sehingga semua orang yang menyusahkan dirinya untuk dzat Allah maka ia telah berjihad di jalan Allah. Namun kata jihad fi sabilillah bila disebut begitu saja maka tidak dipahami selain untuk makna memerangi orang kafir dengan pedang sampai masuk islam atau memberikan upeti dalam keadaan rendah dan hina” [6].

Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728H) mendefinisikan jihad dengan pernyataan, “Jihad artinya mengerahkan seluruh kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan yang dicintai Allah dan menolak yang dibenci Allah” [7].

Di tempat lainnya, beliau rahimahullah juga menyatakan, “Jihad hakikatnya adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu yang Allah cintai berupa iman dan amal sholeh dan menolak sesuatu yang dibenci Allah berupa kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan” [8].

Tampaknya tiga pendapat di atas sepakat dalam mendefinisikan jihad menurut syariat islam, hanya saja penggunaan lafadz jihad fi sabilillah dalam pernyataan para ulama biasanya digunakan untuk makna memerangi orang kafir. Oleh karena itu, Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al ‘Abaad menyatakan bahwa definisi terbaik dari jihad adalah definisi Ibnu Taimiyah di atas dan beliau menyatakan: Dipahami dari pernyataan Ibnu Taimiyah di atas bahwa jihad dalam pengertian syar’i adalah istilah yang meliputi penggunaan semua sebab dan cara untuk mewujudkan perbuatan, perkataan dan keyakinan (i’tiqad) yang Allah cintai dan ridhoi serta menolak perbuatan, perkataan dan keyakinan yang Allah benci dan murkai. [9]

Jenis dan Tingkatan Jihad

Kata jihad bila didengar banyak orang maka konotasinya adalah jihad memerangi orang kafir. Padahal hal ini hanyalah salah satu dari bentuk dan jenis jihad karena pengertian jihad lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut. Oleh karena itu, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya dengan menyatakan bahwa jihad memiliki empat tingkatan, yaitu (1) jihad memerangi hawa nafsu, (2) jihad memerangi syetan, (3) jihad memerangi orang kafir dan (4) jihad memerangi orang munafik. [10]  Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran.[11]

Kemudian beliau menjelaskan 13 tingkatan bagi jenis-jenis jihad di atas dengan menyatakan bahwa jihad memerangi nafsu memiliki empat tingkatan:
1. Jihad memeranginya untuk belajar petunjuk ilahi dan agama yang lurus yang menjadi sumber keberuntungan dan kebahagian dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Siapa yang kehilangan ilmu petunjuk ini maka akan sengsara di dunia dan akhirat.
2. Jihad memeranginya untuk mengamalkannya setelah mengilmuinya. Kalau tidak demikian, maka sekadar hanya mengilmuinya tanpa amal, jika tidak membahayakannya, maka tidak akan memberi manfaat.
3. Jihad memeranginya untuk berdakwah dan mengajarkan ilmu tersebut kepada yang tidak mengetahuinya. Kalau tidak demikian, ia termasuk orang yang menyembunyikan petunjuk dan penjelasan yang telah Allah turunkan. Dan ilmunya tersebut tidak bermanfaat dan tidak menyelamatkannya dari adzab Allah.
4. Jihad memeranginya untuk tabah menghadapi kesulitan dakwah, gangguan orang dan sabar memanggulnya karena Allah.
Apabila telah sempurna empat martabat ini maka ia termasuk Robbaniyyun. Hal ini karena para salaf sepakat menyatakan bahwa seorang alim (ulama) tidak berhak disebut Robbani sampai ia mengenal kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya. Sehingga orang yang berilmu, beramal dan mengajarkannya sajalah yang dipanggil sebagai orang besar di alam langit.


Adapun jihad memerangi syetan memiliki dua tingkatan:
1. Memeranginya untuk menolak syubhat dan keraguan yang merusak iman yang syetan arahkan kepada hamba.
2. Memeranginya untuk menolak keingininan buruk dan syahwat yang syetan lemparkan kepadanya.
Jihad yang pertama (mengatasi syubhat) dilakukan dengan yakin dan jihad yang kedua (mengatasi syahwat) dengan kesabaran. Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24). Allah menjelaskan bahwa kepemimpinan agama hanyalah didapatkan dengan kesabaran dan yakin, lalu dengan kesabaran ia menolak syahwat dan keinginan rusak dan dengan yakin ia menolak keraguan dan syubhat.

Sedangkan jihad memerangi orang kafir dan munafik memiliki 4 tingkatan yaitu dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Jihad memerangi orang kafir lebih khusus dengan tangan sedangkan jihad memerangi orang munafiq lebih khusus dengan lisan.

Sedang jihad memerangi pelaku kezholiman, kebid’ahan dan kemungkaran memiliki 3 tingkatan yaitu (1) dengan tangan bila mampu, (2) apabila tidak mampu, berpindah pada lisan, (3) bila juga tidak mampu maka diingkari dengan hati.

Inilah tiga belas martabat jihad dan barang siapa yang meninggal dan belum berperang dan tidak pernah membisikkan jiwanya untuk berperang maka meninggal diatas satu cabang kemunafiqan [12] [13].

Dari keterangan Ibnul Qayyim di atas dapat diambil beberapa pelajaran:

1. Banyak kaum muslimin memahami jihad hanya sekedar jihad memerangi orang kafir saja, ini adalah pemahaman parsial.

2. Sudah seharusnya seorang muslim memulai jihad fi sabilillah dengan jihad nafsi untuk taat kepada Allah dengan cara memerangi jiwa untuk menuntut ilmu dan memahami agama (din) Islam dengan memahami Al Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf sholeh. Kemudian mengamalkan seluruh ilmu yang dimilikinya, karena maksud tujuan ilmu adalah diamalkan. Setelah itu barulah ia memerangi jiwa untuk berdakwah mengajak manusia kepada ilmu dan amal lalu bersabar dari semua gangguan dan rintangan ketika belajar, beramal dan berdakwah. Inilah jihad memerangi nafsu yang merupakan jihad terbesar dan didahulukan dari selainnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, “Jihad memerangi musuh Allah yang di luar (jiwa) adalah cabang dari jihad memerangi jiwa, sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaih wa sallam,

وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ

“Mujahid adalah orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam ketaatan kepada Allah dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan Allah.” (HR. Ahmad 6/21, sanadnya shahih, -ed)

Maka jihad memerangi jiwa didahulukan dari jihad memerangi musuh-musuh Allah yang di luar (jiwa), dan menjadi induknya. Karena orang yang belum berjihad (memerangi) jiwanya terlebih dahulu untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan serta belum memeranginya di jalan Allah, maka ia tidak dapat memerangi musuh yang di luar. Bagaimana ia mampu berjihad memerangi musuhnya padahal musuhnya yang di sampingnya berkuasa dan menjajahnya serta belum ia jihadi dan perangi. Bahkan tidak mungkin ia dapat berangkat memerangi musuhnya sebelum ia berjihad memerangi jiwanya untuk berangkat berjihad?” [14]
Jihad memerangi jiwa hukumnya wajib atau fardhu ‘ain tidak bisa diwakili orang lain, karena jihad ini berhubungan dengan pribadi setiap orang. [15]
3.    Para ulama menjelaskan bahwa pintu syetan menggoda manusia ada dua yaitu syahwat dan syubhat. Syetan mendatangi manusia dan melihat apabila ia seorang yang lemah iman, dan sedikit ketaatannya kepada Allah, maka syetan menariknya melalui jalan atau pintu syahwat. Bila syetan mendapatinya sangat komitmen dengan agamanya dan kuat imannya maka dia akan menariknya dari pintu syubhat, keraguan dan menjerumuskannya kepada kebid’ahan [16].

Jihad melawan syetan ini hukumnya fardhu ‘ain juga karena berhubungan langsung dengan setiap pribadi manusia, sebagaimana firman Allah,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً

“Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu).” (QS. Fathir: 6)

4.    Jihad melawan orang kafir dan munafik dilakukan dengan hati, lisan, harta dan jiwa sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,

جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ

“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian.” (HR. Abu Daud no. 2504, An Nasai no. 3096 dan Ahmad 3/124. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, -ed)

Pengertian jihad dengan hati melawan orang kafir dan munafik adalah membenci mereka dan tidak memberikan loyalitas dan kecintaan serta senang dengan kerendahan dan kehinaan mereka dan sikap lainnya yang ada dalam Al Qur’an dan Sunnah yang berhubungan dengan hati.

Pengertian jihad dengan lisan adalah dengan mejelaskan kebenaran, membantah kesesatan dan kebatilan-kebatilan mereka dengan hujjah dan bukti kongkrit.

Pengertian jihad dengan harta adalah dengan menafkahkan harta di jalan Allah dalam perkara jihad perang atau dakwah serta menolong dan membantu kaum muslimin. Adapun jihad dengan jiwa maksudnya adalah memerangi mereka dengan tangan dan senjata sampai mereka masuk islam atau kalah, sebagaimana firman Allah,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 193)
Dan firmanNya,

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At-Taubah: 29)

Kaum kafir dan munafik diperangi dengan keempat jihad di atas. Namun kaum kafir lebih khusus dihadapi dengan tangan karena permusuhannya terang-terangan. Sedangkan munafik khusus dihadapi dengan lisan karena permusuhannya tersembunyi dan gamang dalam keadaan mereka di bawah kekuasaan kaum muslimin, sehingga diperangi dengan hujjah dan dibongkar keadaan asli mereka serta dijelaskan sifat-sifat mereka, agar orang-orang tahu hal itu dan berhati-hati dari mereka dan dari terjerumus pada kemunafikan tersebut. [17]

5.    Ibnul Qayyim mengutarakan bahwa jihad memerangi pelaku kezaliman, kebid’ahan dan kemungkaran dilakukan dengan tiga tingkatan, yaitu (1) dengan tangan, (2) bila tidak mampu maka dengan lisan, dan (3) bila tidak mampu juga maka dengan hati.  Hal ini didasarkan pada hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi,

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu juga maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman.”(HR Muslim).

Setiap muslim dituntut berjihad menghadapi pelaku perbuatan zhalim, bid’ah dan mungkar sesuai dengan kemampuannya dan dengan memperhatikan kaedah-kaedah amar ma’ruf nahi mungkar. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang nabi pun yang Allah utus pada satu umat sebelumku kecuali memiliki pembela-pembela (hawariyun) dari umatnya dan sahabat-sahabat yang mencontoh sunnahnya dan melaksanakan perintahnya, kemudian datang generasi-generasi pengganti mereka yang berkata apa yang tidak mereka amalkan dan mengamalkan yang tidak diperintahkan. Siapa yang menghadapi mereka dengan tangannya maka ia seorang mukmin, siapa yang menghadapi mereka dengan lisannya maka ia seorang mukmin, dan siapa yang menghadapi mereka dengan hatinya maka ia seorang mukmin. Tidak ada setelah itu sekecil biji sawi dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al Iman  no. 71)

Setiap muslim pasti mampu melakukan jihad jenis ini dengan hatinya dan itu dengan cara mengingkari dan membenci kebid’ahan, kezhaliman dan kemungkaran dengan hatinya dan berharap hilangnya hal-hal tersebut.

Maksud Tujuan Jihad [18]

Satu kepastian bahwa Allah tidak mewajibkan dan mensyariatkan sesuatu tanpa adanya maksud tujuan yang agung. Demikian juga jihad disyariatkan untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah dijelaskan para ulama dalam pernyataan-pernyataan mereka. Di sini akan disampaikan sebagian pernyataan tersebut agar dapat kita petik maksud dan tujuan jihad dalam Islam.

1.    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, ”Maksud tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah” [19].

2.    Beliau rahimahullah juga menyatakan, “Maksud tujuan jihad adalah agar tidak ada yang disembah kecuali Allah, sehingga tidak ada seorang pun yang berdoa, sholat, sujud dan puasa untuk selain Allah. Tidak berumroh dan berhaji kecuali ke rumahNya (Ka’bah), tidak disembelih sembelihan kecuali untukNya dan tidak bernazar dan bersumpah kecuali denganNya …” [20].

3.    Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Sa’di menyatakan, “Jihad ada dua jenis. Pertama, jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan kaum mukminin dalam aqidah, akhlak, adab (prilaku) dan seluruh perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka baik ilmiyah dan amaliyah. Jenis ini adalah induk jihad dan tonggaknya, serta menjadi dasar bagi jihad yang kedua yaitu jihad dengan maksud menolak orang yang menyerang islam dan kaum muslimin dari kalangan orang kafir, munafik, mulhid dan seluruh musuh-musuh agama dan menentang mereka” [21].

4.    Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz menyatakan, “Jihad terbagi menjadi dua yaitu jihad ath tholab (attack/ menyerang) dan jihad ad daf’u (defence/ bertahan). Maksud tujuan keduanya adalah menyampaikan agama Allah dan mengajak orang mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya islam dan meninggikan agama Allah di muka bumi serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah semata, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an dalam surat Al Baqarah,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 193)

Dan dalam surat Al Anfal,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Anfal: 39), dan ayat yang semakna dengannya banyak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyatakan,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintahkan memerangi manusia hingga bersaksi dengan bahwa tidak sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad utusannya, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah berbuat demikian maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan hak islam, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah.” (Muttafaqun Alaihi) [22]

Dari keterangan para ulama di atas jelaslah bahwa maksud tujuan disyariatkannya jihad adalah untuk menegakkan agama Islam di muka bumi ini dan bukan untuk dendam pribadi atau golongan sehingga dibutuhkan sekali pengetahuan tentang konsep islam dalam jihad baik secara hukum, cara berjihad dan ketentuan harta rampasan perang sebagai satu konsekwensi dari pelaksanaan jihad.

Demikian mudah-mudahan bermanfaat.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Artikel www.muslim.or.id


==============================
Catatan Kaki:
[1] Diambil dari pernyataan Syaikh Al Albani dalam Al Salafiyun Wa Qadhiyah Falestina Fi Waaqi’ina Al Mu’ashir karya Muhammad Kaamil Al Qadhdhaab dan Muhammad ‘Izuddin Al Qassaam, ditakhrij dan diberi Muqaddimah oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman, cetakan pertama tahun 1423 H =2002M, penerbit Markaz Baitul Maqdis Liddriasaat Al Tautsiqiyyah hal.65
[2] Dinukil dari makalah berjudul Dhwabith Jihaad Fi Al Sunnah Al Nabawiyah oleh DR. Muhammad Umar Bazmul hal. 4 menukil dari kitab Al Radd ‘Ala Al Akhna’I oleh Ibnu Taimiyah hal 326-329.
[3] HR Al Bukhari – kitab Al Ilmu -no. 67 dan Muslim –kitab Al Qasaamah wal Muhaaribin Wal Qishash- bab Taghlidz tahrim Al Dima’ Wal Aghradh Wal Amwal.- no. 1679
[4] Disarikan dari Al Quthuf Al Jiyaad Min Hikam Wa Ahkam Al Jihad, karya Prof. DR. Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al ‘Abaad, cetakan pertama tahun 1425 H, Dar Al Mughni. Hal 4.
[5] Al I’lam Bi Fawa’id Umdat Al Ahkam, Ibnu Al Mulaqqin, tahqiq Abdulaziz Ahmad Al Musyaiqih, cetakan pertama tahun 1421H, Dar Al ‘Ashimah, 10/267.
[6] Muqaddimah Ibnu Rusyd 1/369, kami nukil dari kitab Mauqif Al Muslim Minal Qitaal Fil Fitan, Utsman Mu’allim Mahmud cetakan pertama tahun 1416 H, Dar Al Fath 41 dan majalah Al Asholah edisi 21/IV/ 15 rabi’ul awal 1420 H hal. 43
[7] Majmu’ Al Fatawa, 10/192-193
[8] ibid 10/191
[9] Al Quthuf Al Jiyaad 5.
[10] Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad, Ibnul Qayyim, tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdulqadir Al Arnauth, cetakan ketiga tahun 1421H, Muassasat Al Risalah, Bairut 3/9
[11] Ibid 3/10.
[12] Ini adalah ungkapan hadits nabi yang diriwayatkan imam Muslim –kitab Al Imaarah-no. 1910.
[13] Zaad Al Ma’ad 3/9-10.
[14] Ibid 3/6.
[15] Al Quthuf Al Jiyaad hal. 15
[16] Lihat lebih lanjut tulisan Ust. Muslim dalam rubrik Tazkiyatun Nufus pada majalah As Sunnah edisi 09/tahun IX/1426H/2005M hal 55-60.
[17] Diringkas dari Al Quthuf Al Jiyaad hal 12-13.
[18] Diambil dari Al Quthuf Al Jiyaad hal. 18-20 secara bebas.
[19] Lihat Majmu’ Fatawa 15/170
[20] ibid 35/368
[21] Wujub Al Ta’awun Baina Al Muslimin- merupakan bagian dari Al majmu’ah Al Kaamilah jilid 5/186
[22] Majmu’ Fatawa Wa Maqaalat Mutanawi’ah, 18/70.


Dari artikel Memahami Arti Jihad — Muslim.Or.Id by null
»»  Readmore...

Cara Menemukan Jodoh Menurut Islam

Cara Menemukan Jodoh Menurut Islam (Tips Mencari Jodoh Islami) - Bagaimana caranya kita bisa mengetahui bahwa seseorang memang jodoh kita? Soalnya saya sudah berusaha melakukan sholat istikharah beberapa kali, tapi kok saya belum pernah bisa tau betul siapa jodoh saya? Apakah memang setelah sholat istikharah ada tanda-tanda teretentu yang merupakan jawaban dari doa kita kepada Allah?

Sholat istikharah memang salah satu sarana yang telah Allah sediakan untuk kita ketika menghadapi kesulitan untuk menentukan pilihan-pilihan. Salah satu pilihan dalam hidup itu ialah masalah jodoh atau teman hidup kita. Maka sholat istikharah dengan demikian memang bisa kita lakukan untuk mendapatkan jawaban atau petunjuk dari Allah tentang siapa yang baik untuk jodoh kita. Masalahnya memang, kita kesulitan untuk memastikan siapa yang betul-betul merupakan jodoh kita? Sepanjang yang saya tahu, tidak ada tanda khusus yang merupakan petunjuk dari Allah SWT. Akan tetapi paling tidak jika kita telah melakukan usaha dan doa lewat sholat istikharah, misalnya, maka berarti kita telah mengikuti mekanisme yang benar dalam menentukan pilihan. Jalan benar yang telah kita tempuh ini insya Allah akan mendatangkan petunjuk dari Allah SWT (29:69), mungkin dalam bentuk kemantapan hati, ketenangan, kemudahan-kemudahan dalam prosesnya dan sebagainya. Wallahu a’lamu bish showwaab.

Ada satu hal yang ingin kami tegaskan bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk yang harus kita jadikan pedoman dalam mengarahkan kehidupan kita agar tetap berada pada jalan yang benar. Karena itu Al Qur’an harus kita imani bahwa dia merupakan wahyu dari Allah, kita pahami petunjuk-petunjukNya lalu kita amalkan perintah-perintahNya dan kita tinggalkan larangan-laranganNya. Bila ini sudah kita laksanakan, insya Allah penyakit mental manusia akan sembuh.

Selajutnya terhadap Al Qur’an disamping kita tidak boleh salah paham dengan maksud diturunkannya serta kandungan yang terdapat di dalamnya, kita juga jangan salah menggunakan dalam hidup ini. Amalan sebagaimana yang anda kemukakan merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan Al Qur’an, karena dalam sunnahnya, Nabi Muhammad saw tidak pernah menggunakan Al Qur’an untuk kepentingan itu, apalagi bila harus menjadi wirid atau dzikir sesudah shalat, padahal shalat itu rangkaian pelaksanaannya harus berdasarkan sunnah Rasul saw, tidak boleh ditambah-tambah lagi dengan yang lain.

Namun anda beruntung karena meragukan hal itu sehingga anda belum malakukannya dan anda memang tidak usah melakukannya. Kalau ini sudah menjadi penegasan, maka berarti menjadi jelas jawaban untuk petanyaan anda yang kedua.

Tentang berusaha mendapatkan jodoh di dalam Islam, kita tidak dibenarkan menempuh cara-cara yang tidak benar, termasuk melalui cara berpacaran seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pemuda/remaja kita sekarang ini, karena hal itu mengarah pada mendekati zina yang dilarang bahkan banyak diantaranya yang berzina melalui berpacaran.

Kalau sebagai wanita sementara laki-laki belum menyatakan minatnya kepada anda, bisa saja anda melalui pihak ketiga untuk menghubungkan perasaan anda itu kepada seseorang. Bila anda seorang wanita yang shaleh, insya Allah banyak pria yang berminat karena pria yang shaleh memang mendambakan wanita yang shalehah. Di samping itu anda tentu saja harus banyak berdo’a kepada Allah agar dipertemukan dengan pria yang shaleh.

Bila ternyata ada yang berminat, maka langkah selanjutnya adalah saling mengenal (ta’aruf) yang tetap memegang prinsip-prinsip pergaulan di dalam Islam, setelah ada langsung saja ke jenjang berumah tangga sesuai dengan tahap-tahap yang harus dilaluinya, seperti meminta persetujuan orang tua, melamar dan menikah. Kami do’akan semoga anda cepat mendapatkan jodoh dengan pria yang shaleh.
Cara Menemukan Jodoh Menurut Islam (Tips Mencari Jodoh Islami)
»»  Readmore...

Definisi Cinta

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

Definisi

Cinta adalah suatu perasaan yang positif dan diberikan pada manusia atau benda lainnya. Bisa dialami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu. Ungkapan cinta mungkin digunakan untuk meluapkan perasaan seperti berikut:

        Perasaan terhadap keluarga
        Perasaan terhadap teman-teman, atau philia
        Perasaan yang romantis atau juga disebut asmara
        Perasaan yang hanya merupakan kemahuan, keinginan hawa nafsu atau cinta eros
        Perasaan sesama atau juga disebut kasih sayang atau agape
        Perasaan tentang atau terhadap dirinya sendiri, yang disebut narsisisme
        Perasaan terhadap sebuah konsep tertentu
        Perasaan terhadap negaranya atau patriotisme
        Perasaan terhadap bangsa atau nasionalisme


Terminologi
Penggunaan istilah cinta dalam masyarakat Indonesia dan Malaysia lebih dipengaruhi perkataan love dalam bahasa Inggris. Love digunakan dalam semua amalan dan arti untuk eros, philia, agape dan storge. Namun demikian perkataan-perkataan yang lebih sesuai masih ditemui dalam bahasa serantau dan dijelaskan seperti berikut:

    Cinta yang lebih cenderung kepada romantis, asmara dan hawa nafsu, eros
    Sayang yang lebih cenderung kepada teman-teman dan keluarga, philia
    Kasih yang lebih cenderung kepada keluarga dan Tuhan, agape
    Semangat nusa yang lebih cenderung kepada patriotisme, nasionalisme dan narsisme, storge


Jenis-jenis cinta

Seperti banyak jenis kekasih, ada banyak jenis cinta. Cinta berada di seluruh semua kebudayaan manusia. Oleh karena perbedaan kebudayaan ini, maka pendefinisian dari cinta pun sulit ditetapkan. Lihat hipotesis Sapir-Whorf.

Ekspresi cinta dapat termasuk cinta kepada 'jiwa' atau pikiran, cinta hukum dan organisasi, cinta badan, cinta alam, cinta makanan, cinta uang, cinta belajar, cinta kuasa, cinta keterkenalan, dll. Cinta lebih berarah ke konsep abstrak, lebih mudah dialami daripada dijelaskan.

Cinta kasih yang sudah ada perlu selalu dijaga agar dapat dipertahankan keindahannya

Cinta antar pribadi

Cinta antar pribadi menunjuk kepada cinta antara manusia. Bentuk ini lebih dari sekedar rasa kesukaan terhadap orang lain. Cinta antar pribadi bisa mencakup hubungan kekasih, hubungan orangtua dengan anak, dan juga persahabatan yang sangat erat.

Beberapa unsur yang sering ada dalam cinta antar pribadi:

        Kasih sayang: menghargai orang lain.
        Altruisme: perhatian non-egois kepada orang lain (yang tidak dimiliki oleh banyak orang).
        Reciprocation: cinta yang saling menguntungkan (bukan saling memanfaatkan).
        Komitmen: keinginan untuk mengabadikan cinta, tekad yang kuat dalam suatu hubungan.
        Keintiman emosional: berbagi emosi dan rasa.
        Kekerabatan: ikatan keluarga.
        Passion: hasrat dan atau nafsu seksual yang cenderung menggebu-gebu.
        Physical intimacy: berbagi kehidupan erat satu sama lain secara fisik, termasuk di dalamnya hubungan seksual.
        Kepentingan pribadi: cinta yang mengharapkan imbalan pribadi, cenderung egois dan ada keinginan untuk memanfaatkan pasangan.
        Pelayanan: keinginan untuk membantu dan atau melayani.


Energi seksual dapat menjadi unsur paling penting dalam menentukan bentuk hubungan. Namun atraksi seksual sering menimbulkan sebuah ikatan baru, keinginan seksual dianggap tidak baik atau tidak sepantasnya dalam beberapa ikatan cinta. Dalam banyak agama dan sistem etik hal ini dianggap salah bila memiliki keinginan seksual kepada keluarga dekat, anak, atau diluar hubungan berkomitmen. Tetapi banyak cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayang tanpa seks. Afeksi, keintiman emosi dan hobi yang sama sangat biasa dalam berteman dan saudara di seluruh manusia.
»»  Readmore...

Hukum pacaran bagi remaja Islam

Oleh Abdul Al-Hafizh

“Hari gini ngga punya pacar? payah banget sih lo…!” itulah kata yang diucapkan salah satu teman ana ketika tahu ana ngga punya pacar. Dalam hati ana cuma bilang, ”Yang payah itu siapa? yang payah itu elo, masa ngelanggar aturan tuhan ko bangga! Sungguh aneh…!” akan tetapi berhubung itu teman udah lama temenan ama ana jadinya perkataan itu cuma ana pendam dalam hati.

Bagi sebagian orang seperti teman ana itu mungkin pacaran adalah suatu hal yang biasa, bahkan ada yang lebih ekstrim yang menganggap bahwa pacaran itu adalah suatu keharusan, dan hidup tanpa pacaran bagaikan sayur tanpa garam (kaya lagu aja ya…). Padahal kalau saja mereka tahu (mungkin ada juga yang sudah tahu, tapi pura-pura ngga tahu) bahwa pacaran itu ngga punya untung sama sekali bahkan membuat hidup menjadi bergelimang dosa, mungkin mereka akan berpikir ulang untuk berpacaran.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’ [17] : 32)

Itulah bunyi salah satu ayat dalam surat cintaNya untuk kita. Begitu sayangnya Allah Subhanahu Wata’ala terhadap kita, sehingga Allah memperingatkan kita untuk tidak mendekati zina. Begitu besarnya kerusakan dan kehancuran yang bisa dihasilkan oleh suatu perzinahan, sehingga mendekatinya pun kita dilarang oleh Allah.

Lantas apa hubunganya dengan pacaran?

Ya jelas ada hubungannya dong, gimana sih lo ini. Kan elo tahu gimana pacaran itu, yang pasti ngga lepas deh dari yang namanya dua-duaan, deket-deketan, pegangan tangan, mesra-mesraan, dan akhirnya kebablasan.

Elo Muslim-kan? pastinya elo percaya dong dengan yang namanya hadits Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam,

“Telah ditulis bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara qalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkan (merealisasikan) hal itu atau mendustakannya”. (HR. Al-Bukhori [5889] dari Ibnu Abbas, dan Muslim [2657] dari Abu Hurairah)

Nah coba deh elo resapi itu hadits, pasti deh elo bakalan tahu bahwa pacaran itu udah amat sangat dekat dengan yang namanya zina. Kalo elo masih nganggap kalo pacaran ama zina itu jauh, lo coba deh untuk pacaran tapi ngga saling ngeliat, ngga pernah saling ngerayu (apalagi ngegombal ya…), terus ngga pernah pegangan, and ngga pernah dua-duaan…

Bisa ngga elo ngelakuin yg kayak gitu, kalo bisa gue akui elo emang hebat….

Terus kalo ngga pacaran gimana gue dapat jodohnya? apa lo ngga mikir tentang itu?

Buset dah, elo ngga percaya dengan Allah ya, coba deh lo baca Al-Qur’an

“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyat [41] : 49)

“Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. Yaasiin [81] : 36)

Kalo elo Muslim sejati, elo harus percaya kalo masalah jodoh itu udah ditentuin oleh Allah Subhanahu Wata’ala, jadinya ngga usah takut kalo ngga dapat jodoh, toh kalo emang ngga dapat jodoh di dunia, masih ada ko kesempatan tuk nemuin jodoh di akhirat, tapi dengan catatan elo harus menjadi orang yang baik biar dapat tiket untuk ke surga ya.

Terus nih kalo gue ngga pacaran, gimana gue bisa mengenal sifat ato kelakuan jodoh gue? Ntar yg ada ngga sesuai harapan lagi…!

Sekarang gue mau nanya ama elo, emangnya kalo elo pacaran elo bisa mengenal lebih dekat dengan orang pilihan elo? Kalo menurut gue sih ngga ngaruh sama sekali, soalnya sepengetahuan gue yang namanya pacaran itu lebih banyak jaga imej nya daripada jujurnya. Orang pacaran itu lebih memilih menjadi some body perect daripada jadi dirinya sendiri, jadi kalo elo ingin menjadikan pacaran sebagai ajang tuk saling mengenal, lo 100% salah besar bro…!

And kalo elo yakin ama janji Allah, seharusnya elo ngga perlu merisaukan tentang masalah itu. Coba deh elo baca ayat berikut…

“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. An-Nur [24] : 26)

Nah sekarang elo tahu kan, kalo elo berharap mendapatkan yang baik maka perbaiki dulu deh diri lo…

Udah dulu ya pembahasannya, gue udah cape banget nih, insya Allah kapan-kapan kita sambung lagi ya…

To Ikhwan

Kalo elo emang ngaku sebagai laki-laki and lo suka ama cewe, langsung aja deh elo lamar tu orang ke ortunya, jangan elo jadikan cinta itu sebagai alasan untuk berpacaran, cowo yang lebih memilih berpacaran daripada menikah adalah cowo yang bermental kerupuk bin pecundang and pengecut, ingat itu…!

To Akhwat

Kalo elo emang akhwat sejati, janganlah elo suka mengumbar aurat ataupun juga mengundang kaum the gombalers untuk menggoda. Jangan lupa juga untuk menjaga diri baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya, karena biasanya para cowo punya beribu macam muslihat untuk menggoda.
»»  Readmore...

Fatimah az-Zahra

Fatimah binti Muhammad (606/614 - 632) atau lebih dikenal dengan Fatimah az-Zahra (Fatimah yang selalu berseri) (Bahasa Arab: فاطمة الزهراء) putri bungsu Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadijah.

Kelahiran & Kehidupan Keluarga,Kelahiran & Kematian

Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fathimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai menengah ketika terjadi perselisiha antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’abah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya beliau mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.

Kelahiran Fahimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fathimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu Abiha (Ibu dari bapaknya).

Ia putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya.sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia sangat pun sedih dengan kematian ibunya.

Pada saat kaum muslimin hijrah ke madinah, Fathima dan kakanya \ummu Kulsum tetap tinggal di Makkah sampai Nabi mengutus orang untuk menjemputnya.Setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat berusaha meminag Fathimah. Abu Bakar dan Umar maju lebih dahulu untuk meminang tapi nabi menolak dengan lemah lembut.Lalau Ali bin Abi Thalib dating kepada Rasulullah untuk melamar, lalu ketika nabi bertanya, “Apakah engkau mempunyai sesuatu ?”, Tidak ada ya Rasulullah,” jawabku. “ Dimana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu,” Tanya beliau. “ Masih ada padaku wahai Rasulullah,” jawabku. “Berikan itu kepadanya (Fatihmah) sebagai mahar,”.kata beliau.

Lalu ali bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi menyuruh menjualnya dan baju besi itu dijual kepada Utsman bin Affat seharga 470 dirham, kemudian diberikan kepada Rasulullah dan diserahkan kepada Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin.

Kaum muslim merasa gembira atas perkawinan Fathimah dan Ali bin Abi Thalib, setelah setahun menikah lalu dikaruniai anak bernama Al- Hasan dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun ke 4 H. pada tahun kelima H ia melahirkan anak perempuan bernama Zainab dan yang terakhir benama Ummu Kultsum.

Rasullah sangat menyayangi Fathimah, setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fathimah sebelum menemui istri istrinya. Aisyah berkata ,” Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fathimah, jika ia dating mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fathimah bila Rasulullah dating mengunjunginya.”.


Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar:” Sungguh Fathima bagian dariku , Siapa yang membuatnya marah bearti membuat aku marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan,” Fathimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”.


Setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menjalankan haji wada’ dan ketika ia melihat Fathima, beliau menemuinya dengan ramah sambil berkata,” Selamat dating wahai putriku”. Lalu Beliau menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikan sesuatu, sehingga Fathimah menangis dengan tangisan yang keras, tak kala Fathimah sedih lalu Beliau membisikan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fathimah tersenyum.


Takala Aisyah bertanya tentang apa yang dibisiknnya lalu Fathimah menjawab,” Saya tak ingin membuka rahasia”. Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fathimah tentang apa yang dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga membuat Fathimah menangis dan tersenyum. Lalu Fathimah menjawab,” Adapun yang Beliau kepada saya pertama kali adalah beliau memberitahu bahwa sesungguhnya Jibril telah membacakan al-Qura’an dengan hapalan kepada beliau setiap tahun sekali, sekarang dia membacakannya setahun 2 kali, lalu Beliau berkata “Sungguh saya melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku.”. Maka akupun menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat Beliau membisikan yang kedua kali, Beliau berkata,” Wahai Fathimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku”. Kemudian saya tertawa.


Takala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Fathimah jatuh sakit, namaun ia merasa gembira karena kabar gembira yang diterima dari ayahnya. Tak lama kemudian iapun beralih ke sisi Tuhannya pada malam selasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H dalam usia 27 tahun.

Kesayangan ayahnya

Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata " Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia".

Tidak lepas dari wudhu dan suci

Fatimah Az-zahra tdk pernah lepas dari wudhu seperti yang diajarkan ayahnya. dia juga satu-satunya wanita yang tidak mengalami haid (datang bulan) dan Nifas waktu melahirkan.
»»  Readmore...

Cantik Yang Sebenarnya

Berbicara tentang kecantikan..tentunya setiap wanita pasti akan cukup semangat, bergairah, Sebagian besar tentunya merasa seperti itu kan yah? kosmetik, mode, cara berjalan, cara tersenyum, dan beragam cara-cara biar tampil cantik sudah menjadi santapan lezat buat kaum wanita..

Semua itu menunjukkan bahwa menyukai kecantikan dan keindahan adalah salah satu fitrah, kecenderungan yg dimiliki setiap wanita. dan perasaan ingin cantik ini adalah nikmat Allah SWT

Tetapi seringkali kita salah memaknai nilai kecantikan yang sebenarnya dan menganggap bahwa kecantikan wanita hanya tertumpu pada keindahan fisik atau secara lahiriah saja.
seringkali kiat menyaksikan betapa banyak wanita cantik di dunia ini tapi keindahannya hanya sesaat ,pribadinya adalah pribadi yang tak menyenagkan, kehidupannya berantakan dsbnya. Perilakunya tidak cantik bahkan menimbulkan masalah bagi diri sendiri dan orang lain.

Dan disisi lain seringkali juga kita melihat seorang wanita yang secara lahir biasa biasa saja namun, kehadirannya sangat drasakan dan hangat terasa , ucapannya menyenagkan dan wawasannya luas ( sering distilahkan sebagai charming atau menarik).

Lalu, apakah cantik itu dan apakah yang membuat wanita terlihat menarik (tak lekamg kena panas dan tak lumut kena hujan).

Adakah kecantikan lahir menjadi penilaian Allah SWT bagi hambanya ?,Kalaulah ia benar tentulah nabi Allah Yusuf AS menjadi nabi yang paling disayang Allah.

Saat ini presepsi CANTIK sudah menjadi komoditi komersil, lihat saja iklan di TV, bagaimana kulit putih dinilai sbg lambang kecantikan, tubuh tinggi dan slim adalah lambang kebugaran
sehingga..lahirlah paradigma vague atau cara pandang yg keliru ttg makna CANTIK

Dalam Islam, pengertian cantik adalah Kecantikan hakiki dan ideal adalah kecantikan yang bersumber pada dimensi ilahiah (hati) .Bagi muslimah dan mukminah sejati keinginan tuk menjadi cantik bak bidadari syurga merupakan dambaan dan keinginan yang terperi. Dambaan tuk menjadi wanita cantik nan anggun yang ianya menjadi incaran dan simpanan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan bertakwa.

Islam memandang puncak kecantikan wanita berbanding lurus dengan tingkat ketundukan dan kepasrahannya pada Allah SWT.
Adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali ornag yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat." (QS. Asy-Syuara: 88 - 89)

Rasulullah Shalallahu alaihi Wa Salam bersabda: "Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah itu adalah hati. (HR Bukhari dan Muslim)
Mari kita garis bawahi Hadits Rasulullah SAW diatas

HATI
Ternyata semua sumber penampakan lahiriah itu SANGAT TERGANTUNG dari HATI
Hati memainkan peran esensial. Peran hati seumpama seorang Komando yang mengatur dan mengontrol anggota badan yang lain ,semua tunduk kepadanya.
Hati menjadi radar motivator yang menggerakkan fungsi akal, emosi dan gerak dan semua terkoordinasi dan terintegrasi dengan cantik sekali yang menghasilakn dan mencerminkan pribadi muslimah yang unggul dan menawan.

Kecantikan yang anggun dan menarik ini adalah umpama bidadari syurga yang tersebarlah kecantikan dan keanggunannya pada setiap muslimah didunia ini.
Ketika seorang muslimah yang shalihah, memahami akan hakikat kehidupan di dunia, dan ketika hatinya digenangi oleh keimanan dan makrifat tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala, dalam memurnikan ibadah hanya untuk-Nya semata, hatinya selalu takut dan terikat dengan Rabb-Nya, mentaati-Nya dalam keadaan sendirian ataupun dihadapan banyak manusia.
Mau kan jadi bidadari bumi..yg sudah pasti akan lulus mendapatkan bidadari syurga kelak??

Sungguh betapa indah akhlaknya , jika ia seorang ibu,tangan tangannya begitu lembut dan terasa kehangatan dalam mendidik anak anaknya dalam menapaki kehidupan yang benar dan islami, kasih sayang kecintaanya juga begitu menggebu dihadapan suaminya sehinggakan ianya merupakan sosok yang selalu dirindu dan dingati, akhlak yang terpuji menjadi kebanggaan kedua orang tuanya serta semangat untuk melakukan perubahan menjadi agenda utama dirinya baik perubahan diri, social dan keluarga.

Dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hamba-hamba-Nya.Dan sungguh jika seorang muslimah menghiasi dirinya dengan pakaian sabar, istiqamah,qana’ah, maka insya Allah tempat terpuji akan menuggu kita ,yaitu syurgaNya.
Itulah hakikat cantik dalam Islam,

Maka bila kini kita telah tersadar utuk mempercantik diri secara lahiriyah, mempercantinya dengan busana dan polesan kulit yg sesuai aturan Allah, maka mari kita sadarkan diri kita
untuk mempercantik batiniyah kita dengan sabar, tawakal, lebih dekat dg Allah SWT
maka dengan sendirinya akan lahirlah amalan yg akan menampakkan kecantikan dari dalam (inner beauty) amalan yg juga di ridhoi Allah SWT

Ada 6 Ciri bidadari bumi antara lain :

1. Pancaran ketenangan dan keceriaan

Pancaran keceriaan dan ketenangan merupakan pancaran suasana hati.. Ketenangan ,keceriaan, dapat dirasakan oleh setiap orang yang hidup hatinya. Sebab cahaya dan kegelapan, kebaikan dan kejahatan di dalam hati ini seringkali terbias pada wajah dan mata. Kedua anggota tubuh ini (wajah dan mata) banyak sekali terkait dengan aktifitas hati

Perhatikan Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda tandanya (Muhammad:30)
“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka.” (Al-Fath:29)

Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya amal kebaikan itu akan memancarkan cahaya di dalam hati, membersitkan sinar pada wajah, kekuatan pada tubuh, kelimpahan dalam rizki dan menumbuhkan rasa cinta di hati manusia kepadanya. Sesungguhnya amal kejahatan itu akan menggelapkan hati, menyuramkan wajah, melemahkan badan, mengurangkan rizki dan menimbulkan rasa benci di hati manusia kepadanya.” (Tafsir Ibnu Katsir (IV/204)).


2. Hikmah dan bijaksana

Hatinya selalu menimbang dengan timbangan akhirat sehingga segala urusan dunia yang bertentangan dengan syariat Allah dan Rasul-Nya akan mudah ia singkirkan dan tinggalkan.Jiwanya dipenuhi dengan kepercayaan yang tinggi bahwa segala sesuatu yang tercipta dan tertaqdir untuk dirinya pasti mengandungi pesan pesan Allah ,yang pesan pesan tersebut merupakan kunci bagi dirinya tuk dapat membuka pitu akhirat kelak.

Banyak peristiwa yang mungkin menyedihkan,menyesakkan dan menakutkan tapi dilalui itu semua dengan ketenagan hati sebagaimana firman Allah:

3. Keyakinan

Optimis atau keyakinan seorang muslimah merupakan product unggul pribadi yang Ihsan yaitu kepribadian yang didasrkan pada keyakinan bahwa dirinya adalah wakil Allah di bumi ini sehingga selalu berusaha untuk membuat kebaikan yang optimal bagi dirinnya, keluarga dan lingkungannya atas kemampuan yang Allah anugerahkan.
Muslimah berkepribadian cantik paham betul bahwa bukan pada makhluk ia harus bertanggung jawab tapi pada Rabb semesta alam sehinggakan semua aktifitas tersentral pada kacamata Allah SWT..

4. Empati

Bersikap Empati lahir dari hati yang lembut yang memahami bahwa kehidupan dirinya di dunia ini bukan diatas keinginan dan kesenangan pribadi, tapi atas kesadaran bahwa setiap pribadi ihsan dalam pandangan Islam dituntut untuk saling tolong menolong,bersikap toleransi,pengorbanan yang semua ini merupak warna kehidupan yang sebenarnya diantara seorang muslim dengan muslim lainnya ( ukhuwah ) dan atau antara muslim dan golongan diluar muslim

5. Aktif dan produktif
Keaktifan dan produktifitas seorang muslimah terlihat pada kepekaan dan tanggung jawabnya pada diri,keluarga dan lingkungan . Hal ini teraplikasi dengan amal amal sholih yang baik dan terancang rapih.
Muslimah sejati nan menawan adalah seorang muslimah yang selalu mengagendakan semua aktifitasnya dalam mencari Ridha Allah SWT dan sehingga rutinitas kesehariannya akan membawa mamfaat bagi dirinya berupa pahala yang Allah janjikan dan juga sekitarnya .

' 'Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu baik laki-laki maupun perempuan'' (QS Al Imran : 195)
''Dan barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik'' (QS An nahl : 97)

6. Cerdas dan kreatif
Kecerdasan muslimah akan terus tumbuh dengan proses perjalanan hidup yang dilaluinya terutama ketika proses tsb diiringi dengan proses belajar yang menjadi bagian wajib bagi dirinya

.... Dengan daya kreatifitas ini maka akan lahir keterampilan keterampilan unggulan seperti:
a. Ketermpilan komunikasi ( personal komunikasi dan itra personal komunikasi)
b. Keterampilan memecahkan masalah
c. Keterampilan memanage emosi
d. Keterampilan aktualisasi diri dll.
»»  Readmore...